![]() |
Ilustrasi |
ROKAN HILIR (MP) — Kasus pemalsuan tanda tangan H Sopian HAS (72) warga RT 01, RW 01, Kepenghuluan Menggala Sakti, Tanah Putih terungkap sudah. Pasalnya, hasil Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Riau jelas bahwa tanda tangan korban H Sopian HAS yang ada Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) bernomor 234/SKGR-S/VI/2011 milik terlapor Samin tersebut Non Identik alias palsu.
Dengan keluarnya hasil Labfor tersebut, tim penyidik Polres Rohil harus bekerja keras untuk mengungkapkan siapa-siapa pelaku yang terlibat. Berdasarkan isu yang berkembang, diduga pelakunya lebih dari satu orang, bahkan diperkirakan ada 5 orang pelaku yang akan menanti di dalam sel tahanan Polres Rokan Hilir.
Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Anom Karibianto SIK ketika dikonfirmasi awak media membenarkan bahwa hasil Labfor Polda Riau terhadap tanda tangan H Sopian HAS Non Identik alias palsu.
"Ya, hasil Labfor sudah keluar. Jelas bahwa tanda tangan H Sopian HAS sengaja dipalsukan oleh terduga pelaku untuk digunakan merampas tanah atas nama Helmi. Dengan keluarnya hasil Labfor tersebut, kini pihak penyidik Unit III Polres Rohil akan melakukan pemeriksaan ulang terhadap pihak untuk melengkapi Berkas Acara Pemeriksaan (BAP)," kata Kombes Anom Karibianto.
Kabid Humas juga menjelaskan, untuk masalah tersangka tim penyidik harus jeli menentukannya. Soalnya, para pelaku mafia tanah setiap melakukan aksinya tidak seorang diri. Bahkan akan melibatkan pihak-pihak lain, seperti pihak yang bisa mengeluarkan surat-surat tanah.
"Kalau kasus tanah ini biasanya ada terlibat pihak-pihak lainnya. Ada pelaku utama dan ada juga pelaku yang membantu untuk mendapatkan surat-surat tanah. Itu bukan lagi rahasia umum. Kalau perkara tanah ini pasti banyak pihak-pihak terlibat. Percayalah sama tim penyidik, mereka tidak main-main dalam mengungkapkan perkara ini. Tunggu saja hasilnya nanti," ungkap Kabid Humas.
Perlu juga diketahui, seperti yang disampaikan Dr Emilda beberapa waktu lalu kepada awak media terkait perkara pemalsuan tanda tangan H Sopian HAS, pihak penghulu atau kepala desa dapat membatalkan SKT tersebut, jika SKT sudah tidak memiliki kekuatan hukum, karena telah terbit sertifikat hak atas tanah. Jika belum keluarnya sertifikat, pihak penghulu tidak berhak membatalkan SKT tersebut.
"Banyak sekali di Riau ini pihak penghulu maupun kepala desa yang sengaja membatalkan SKT sepihak tanpa melakukan mediasi sebelumnya. Padahal membatalkan SKT itu bisa terancam penjara. Seperti kasus bapak H Sopian HAS ini, apabila nanti pemalsuan tanda tangan ini terbukti. Penghulu Sekeladi harus bertanggungjawab atas pembatalan SKT atas nama Helmi," ujar Dr Imelda.
Begitu juga yang disampaikan Muhammad Rahul, anggota Komisi III DPR RI. Rahul menilai mafia tanah ini mempunyai jaringan ke pejabat atau pegawai di tingkat kepenghuluan/pedesaan. Ini bukan lagi rahasia umum. Mafia tanah tersebut menurut Rahul sengaja menggunakan jasa pejabat atau pegawai kepenghuluan untuk mendapat SKGR. Dan para mafia tanah ini juga berani mengeluarkan uang demi mendapat surat tanah tersebut.
Perlu juga diketahui kata Rahul, setiap tanah masyarakat yang berhasil dikuasai mereka (mafia tanah,red) langsung dijualnya. Para mafia tanah tersebut menurut politisi muda Riau ini, sudah ada jaringan pembeli.
"Kita juga mengharapkan penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian harus berani mengungkap jaringan mafia tanah tersebut sampai ke akar-akarnya. Jangan ada yang dilindungi, siapapun yang terlibat jebloskan dalam penjara. Biar mereka jera. Karena perbuatan mafia tanah ini telah merugikan dan meresahkan masyarakat," tambah Rahul.***