Cloud Hosting Indonesia

Dr Emilda Firdaus SH MH: Batalkan SKT Tidak Sesuai dengan Ketentuan Hukum, Penghulu Bisa Dipidana


PEKANBARU (MP) — Perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan H Sopian HAS (71) warga Manggala Sakti, Tanah Putih, Rokan Hilir (Rohil) yang ditangani oleh tim penyidik Satreskrim Polres Rohil kini sudah naik status dari penyelidikan ke penyidikan.

Dalam kasus ini, pihak korban H Sopian HAS baru melaporkan satu orang terduga pelaku, yaitu Samin. Karena di Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) satu lembar milik terlapor Samin tersebut terdapat tanda tangan yang hampir sama dengan tanda tangan korban H Sopian HAS selaku sempadan tanah. 

Namun perlu juga diketahui tanda tangan yang hampir serupa dengan tanda tangan H Sopian HAS tersebut sengaja dipalsukan oleh terlapor Samin untuk merampas tanah milik Helmi di Dusun Menggala IV, Desa Sekeladi, Kecamatan Tanah Putih, Rohil yang sudah diberikan kepada anak korban H Sopian HAS, Muzakir SE.

Padahal dalam kasus pemalsuan tanda tangan ini banyak pihak yang diduga terlibat. Salah satunya pihak Kepenghuluan Sekeladi yang membatalkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama kepemilikan Helmi yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Seperti yang dikatakan Dr Emilda Firdaus SH MH, salah seorang ahli Hukum Administrasi Negara di Fakultas Hukum UNRI kepada wartawan, Selasa (20/05/2025). 

"Seharusnya untuk pembatalan Surat Keterangan Tanah (SKT) tersebut dilakukan oleh pihak yang berwewenang. Seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Kementrian Agraria melalui BPN. Jika pihak penghulu atau kepala desa membatalkan SKT tanpa alasan yang sah dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku bisa terancam pidana," kata Dr Emilda.

Wanita yang kini menjabat sebagai Ketua di bidang Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara ini juga menerangkan, ada beberapa poin yang membuat penghulu atau kepala desa bisa terjerat dalam kasus tindak pidana akibat membatalkan SKT tersebut, diantaranya, jika pembatalan SKT itu dilakukan karena adanya keuntungan pribadi atau pemberian suap dari pihak yang berpotensi rugi dan pembatalan SKT digunakan sebagai alat untuk melakukan penyerobotan tanah secara tidak sah.

Jika terdapat indikasi adanya unsur pidana dalam pembatalan SKT tersebut, pihak yang dirugikan dapat melakukan langkah hukum pidana, seperti melaporkan ke pihak berwajib dalam hal ini kepolisian.

"Perlu saya jelaskan, pembatalan surat tanah, baik itu SKT, SKGR dan Sertifikat yang sah biasanya dilakukan jika ada kesalahan prosedur atau data dalam pembuatan surat tanah atau terdapat sengketa. Itupun harus diselesaikan terlebih dahulu. Karena pembatalan surat tanah tersebut dilakukan berdasarkan keputusan hukum yang sah. Seperti melalui mekanisme gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika ada cacat hukum administratif, atau pun putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," jelas Dr Emilda Firdaus SH MH.

Dr Emilda juga menambahkan, pihak penghulu atau kepala desa dapat membatalkan SKT tersebut, jika SKT sudah tidak memiliki kekuatan hukum, karena telah terbit sertifikat hak atas tanah. Jika belum keluarnya sertifikat, pihak penghulu tidak berhak membatalkan SKT tersebut.

"Banyak sekali di Riau ini pihak penghulu maupun kepala desa yang sengaja membatalkan SKT sepihak tanpa melakukan mediasi sebelumnya. Padahal membatalkan SKT itu bisa terancam penjara. Seperti kasus bapak H Sopian HAS ini, apabila nanti pemalsuan tanda tangan ini terbukti. Penghulu Sekeladi harus bertanggungjawab atas pembatalan SKT atas nama Helmi," tambahnya.***

Lebih baru Lebih lama

Classic Header

ads2

Cloud Hosting Indonesia