Cloud Hosting Indonesia

Dede Farhan Aulawi Uraikan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Berdasarkan UU No. 9/1998


BANDUNG (MP) — Setiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum, karena kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.

"Disamping itu, hal tersebut juga merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hanya saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyampaikan pendapat di muka umum tersebut, yaitu harus disampaikan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Pemerhati Hukum Dede Farhan Aulawi di Bandung, Minggu (11/05/2025).

Hal tersebut ia sampaikan saat menerima pertanyaan yang disampaikan awak media melalui telepon selulernya terkait dengan aturan main menyampaikan pendapat di muka umum, misalnya saat unjuk rasa, mimbar bebas, dan sebagainya. Menurutnya, jika merujuk pada UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dijelaskan bahwa setiap warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini tertulis dalam pasal 6 UU tersebut.

Selanjutnya di dalam Pasal 9 ayat 2, dikatakan bahwa penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyekobyek vital nasional. Di samping itu tidak boleh dilakukan pada hari besar nasional dan dilarang membawa benda - benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

Kemudian di dalam Pasal 10 dijelaskan juga bahwa penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. Dimana pemberitahuan tersebut dilakukan selambat - lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam atau 3 hari sebelum kegiatan dimulai harus sudah diterima oleh Polri setempat. Namun bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan tidak perlu menyampaikan pemberitahuan.

Lebih lanjut Dede juga menjelaskan terkait dengan sanksi apabila kegiatan penyampaian pendapat tersebut tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, maka kepolisian dapat membubarkan kegiatan tersebut. Apalagi jika ada oknum peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, maka dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Jadi kebebasan menyampaikan pendapat pada dasarnya diperbolehkan bahkan dijamin oleh UUD 1945, hanya saja di dalam teknisnya harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Jangan sampai kebebasan yang kita miliki, justeru mengganggu kebebasan yang dimiliki orang lain. Dengan kata lain kebebasan yang kita miliki, juga dibatasi oleh kebebasan yang dimiliki oleh orang lain. Disinilah pentingnya tepo seliro, saling menghormati dan saling menghargai. Jika hal tersebut dapat kita lakukan, maka pelaksanaan penyampaian pendapat tersebut akan berlangsung dengan tertib, aman dan lancar," pungkasnya.

Lebih baru Lebih lama

Classic Header

ads2

Cloud Hosting Indonesia